Meneruskan Perjuangan RA Kartini

Diposting oleh sang pengembara | 4/22/2009 01:11:00 PM | 0 komentar »

RA Kartini adalah pahlawan bangsa yang pendirian dan perjuangannya patut diteladani. Tokoh dan pejuang yang satu ini dikenal karena tak pernah surut menggelorakan emansipasi perempuan. Bahkan hingga kini, hari kelahiran RA Kartini menjadi satu momentum yang terus dikenang dan diperingati sebagai tonggak penghargaan atas hak-hak perempuan. Emansipasi dan pemberdayaan perempuan menjadi sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari sosoknya.
Jika dikemudian hari banyak muncul tokoh atau aktivis perempuan, banyak yang terinspirasi dari kisah Kartini. Jika kemudian perjuangannya diabadikan sebagai gerakan pembaharuan dalam memperjuangkan kesetaraan dan penghargaan atas hak-hak perempuan, itu menjadi kawajaran.
Tak dipungkiri memang, bahwa dalam masyarakat kita yang paternalistik, ada kesan bahwa hak-hak perempuan cenderung dipandang setengah hati. Tidak ada keseriusan dalam membangun persamaan antara laki-laki dan perempuan. Bahkan di beberapa daerah, perempuan bahkan dipandang sebagai makhluk kelas nomor dua yang berada dibalik dominasi kaum laki-laki.
Dalam pentas politik yang baru saja kita selenggarakan, isu politik untuk perempuan kembali mengemuka. Niat untuk menyaksikan semakin banyaknya kaum perempuan terlibat dalam persoalan-persoalan kebangsaan belum sepenuhnya terwujud. Aturan kuota 30 persen baru indah diatas kertas.
Perihal petimpangan peran dalam tatanan kehidupan bersama antara laki-laki dan perempuan telah lama menjadi bagian dari tradisi dimasyarakat kita. Akibatnya, keberadaan kaum perempuan sering menjadi amat termarjinalkan. Artinya belum ada keinginan kuat untuk membangun persamaan atas hak dan kewajiban.
Jika dilihat dari postur tubuh dan alat kelamin kaum perempuan berbeda dengan laki-laki, itu merupakan sesuatu yang sifatnya kodrati. Tidak terbantahkan. Itu adalah anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan kepada manusia ciptaan-Nya. Namun yang perlu digugat adalah soal pemosisian diri dalam beragam aspek.
Yang disebut dengan emansipasi dan kesetaraan atau sering juga disebut dengan problema gender adalah perihal fungsi sosial. Manusia (tanpa membedakan jenis kelamin) adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, tentu harus bermasyarakat. Bersosialisasi. Karena bersosialisasi, manusia bersentuhan dengan pembagian peran dan tanggung jawab. Dan dalam pembagian peran dan tanggung jawab itulah muncullah pemimpin dan kepemimpinan.
Dominasi kaum laki-laki dalam kepemimpinan merupakan akibat dari kurangnya penghargaan atas hakikat kemanusiaan itu sendiri. Sialnya, hal ini diperkuat lagi dengan kultur dimasyarakat yang cenderung menomorduakan pendidikan bagi keturunannya yang perempuan.
Kini, perjuangan RA Kartini tidak sia-sia. Banyak kemajuan diraih oleh kaum perempuan berkat rintisan RA Kartini. Lewat jalur pendidikan yang berbasiskan kesadaran akan hak dan kewajiban, kaum perempuan ditempah menjadi makhluk yang sadar dan berkekuatan. Akhirnya perempuan mampu bertindak untuk dan atas dirinya sendiri. Mampu melawan dominasi. Berani bersuara atas segala macam permarjinalan.
Sesungguhnya, negara tidak boleh membiarkan adanya dominasi dan ketidakadilan di masyarakat, khususnya ketidakadilan sosial. Laki-laki dan perempuan adalah sama kedudukannya dalam setiap aturan dan norma-norman hukum. Sama haknya atas pelayanan dan struktur di masyarakat.
Adanya aturan-aturan yang masih mendukung dominasi tersebut hendaknya harus dibongkar. Produk hukum yang penuh dengan lobang-lobang ketidakadilan harus dihapuskan dan digantikan dengan yang pro kesetaraan. Inilah yang menjadi tugas dan tanggung jawab kita.
Bangsa ini akan sulit dibangun jika dalam masyarakat sendiri masih penuh dengan ketidakadilan. Dan bangsa ini akan timpang jika tidak ditopang dengan partisipasi kaum perempuan. Dengan talenta dan kemampuan yang ada dalam dirinya sendiri, perempuan layak dilibatkan dalam sendi-sendi pembangunan bangsa ini. Oleh karena itu, dibutuhkan Kartini-Kartini muda yang bisa meneruskan perjuangannya

0 komentar